Detail Berita
Ini Solusi dari Para Ahli Soal DMO Batu Bara: Pajak Ekspor Rp 117 T Sampai Pengawasan Pengadaan PLN
Jakarta, 27 Januari 2022– Tarik ulur kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) batu bara di Indonesia telah berlangsung bertahun-tahun. Kewajiban pemenuhan batu bara untuk kebutuhan dalam negeri sebanyak 25% oleh para produsen terus menerus menjadi polemik dan berdampak pada kelistrikan nasional.
Pemerintah bahkan mengeluarkan sanksi berupa larangan ekspor kepada seluruh produsen batu bara di awal Januari ini. Terbaru, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 13 Tahun 2022 untuk memastikan produsen memenuhi kewajiban DMO.
Menjadi pertanyaan, apakah aturan ini akan berdampak signifikan dan menjadi solusi jangka panjang ke depannya?
Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (IKA FH Undip) bekerja sama dengan Kolegium Jurist Institute, Universitas Tarumanegara (Untar) dan Omni, Rabu (12/6), secara hybrid melangsungkan diskusi media bertajuk "Krisis Batu Bara Dalam Negeri, Quo Vadis Tata Kelola Batu Bara".
Diskusi ini menghadirkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno, ekonom senior Faisal Basri, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, pengamat ekonomi energi Fahmy Radhi, Ketua Umum IKA FH Undip sekaligus pakar hukum pertambangan Untar Ahmad Redi, dan aktivis/ peneliti Publish Wah You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno menyoroti permasalahan pasokan batu bara ke PLN dari sisi pengadaan. Ia memaparkan, dari sekitar 650 juta ton produksi batu bara nasional dalam setahun, sebanyak 110 juta ton hingga 130 juta ton kuota DMO selalu terpenuhi.
“Kenapa DMO sudah dipenuhi, tapi kebutuhan PLN tidak?”
Ia menganjurkan agar sistem pengadaan di PLN juga turut diawasi. Dari sisi regulasi, kebijakan DMO harus tetap dijalankan. “Perkuat pengawasan dan mekanisme sanksi, agar ada efek jera bagi yang tidak menjalankan.”
Ekonom Faisal Basri menyarankan adanya pembenahan tata kelola batu bara dengan pendekatan secara mikroekonomi. “Tidak perlu ada larangan ekspor, cukup ada pajak ekspor saja. Pelarangan ekspor justru bisa mendatangkan dampak negatif lainnya seperti penyelundupan,” ujarnya.
Menurut hitungannya, pengenaan pajak ekspor ini merupakan win-win solution bagi pemerintah maupun pengusaha batu bara. Pajak ekspor, kata dia, bisa diterapkan dengan menyesuaikan harga
pasar dan progresif. Misalnya, ketika harga batu bara US$60 per ton, maka pajak ekspornya 0%. “Ketika US$100 pajaknya 10%, harga US$ 150 pajaknya 25%, harga US$ 200 pajaknya 50%.”
Ia mencontohkan dengan kebijakan serupa yang sudah diterapkan di komoditas sawit. “Kalau ini diterapkan, dari batu bara pemerintah bisa dapat pajak ekspor sampai Rp 117 triliun.”
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menyetujui soal usulan pengenaan pajak ekspor batu bara. Tapi, menurutnya usulan tersebut membutuhkan pengawasan ketat saat penerapannya.
Menurut Agus, yang perlu ditekankan dalam kebijakan DMO adalah pengawasan yang ketat, ketegasan hukum dan aturan, serta pemanfaatan database secara optimal.
“Untuk kebutuhan PLN akan batu bara, kan harusnya ada database yang bisa dicek semuanya. Apakah sudah masuk perusahaan A, B, C, D, E? Saya nggak tahu apa itu sudah ada, dan sepertinya tidak ada. Karena kalau sudah ada, harusnya tidak mudah ada kayak begitu,” sebutnya.
Pengamat ekonomi energi Fahmy Radhi melanjutkan diskusi. Menurutnya, krisis batu bara yang terjadi di Indonesia adalah akibat pembangkangan pengusaha terhadap DMO.
“Saat ini, DMO yang harus dipenuhi yakni pasokan 25 persen dan hardcap-nya 75 dolar. Itu yang semestinya dipenuhi oleh pengusaha, tetapi karena harga pasar sangat tinggi, maka kemudian pasokan pada PLN menjadi krisis, dan akan menimbulkan ancaman pemadaman juga,” demikian yang disebutkan ahli ekonomi dari Yogyakarta itu.
Diskusi dilanjutkan oleh pemaparan dari Ahmad Redi. Menurutnya, DMO sudah sesuai dengan kebijakan ekonomi negara sebagaimana diperintahkan dalam konstitusi. Ia juga memberikan penjelasan bahwa penggunaan DMO sudah benar dan tepat dilaksanakan, dalam landasan filosofis, landasan normatif, juga landasan sosiologis. Namun, ia menyadari bahwa implementasi DMO bermasalah.
“Perusahaan ini kadang serakah juga. Bagaimana kemudian meraup untung sebesar-sebesarnya, dengan pengeluaran sedikit-dikitnya,” sebut Ketua Umum IKA FH Undip tersebut mengenai sebab permasalahan pelaksanaan DMO.
Aryanto Nugroho dari PWYP, memberikan pendapatnya soal krisis batu bara yang terjadi di Indonesia. Ia memberikan solusi agar negara tidak mengemis DMO kepada produsen batu bara yang juga ada di Indonesia, “Kalau bisa pemerintah bikin aturan, sebelum pengusaha ekspor, bisa nggak, DMO dahulu dipenuhi, baru kemudian tanda tangan ekspor, boleh.”
Pembubaran PLN Batu Bara
Para pembicara juga membahas salah satu isu yang sedang hangat soal rencana pembubaran anak usaha PT PLN (Persero), yakni PLN Batu Bara (PLNBB).
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno mengatakan rencana pembubaran PLNBB harus ditinjau secara menyeluruh. Menurutnya, dari sisi kinerja PLNBB berhasil mencatat kinerja positif dan membukukan laba.
“Jangan asal dibubarkan, lakukan audit terlebih dulu secara menyeluruh. Jangan sampai ini dibubarkan, lalu PLN disibukkan dengan kegiatan seperti membeli bahan bakar,” ujarnya.
Hal serupa juga disampaikan oleh ekonom senior Faisal Basri. Menurut Faisal, PLN masih membutuhkan peran trader dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya adalah soal pemilihan kecocokan kalori batu bara yang digunakan oleh PLN.
“Jadi PLN masih butuh trader, trader ada di mana-mana kok. Di perusahaan migas juga ada trader, ini fungsi PLN Batu Bara, mencari batu bara dari mana-mana lalu dijual bahkan sampai ke luar negeri dengan spek spek tertentu.”
Salah satu hal penting lainnya dari kehadiran trader, kata Faisal, adalah untuk menghindari adanya deal-deal bawah meja antara direksi PLN dengan pemasok batu bara. “Jangan sampai perusahaan batu bara deal dengan direksi PLN, seperti kasus Eddie Widiono (eks Dirut PLN) dulu. Jadi trader ini yang trading professional nantinya.”
Ahmad Redi menambahkan terkait sengkarut DMO batu bara tidak berkorelasi langsung dengan PLN Batu Bara yang dinilai telah menjalankan fungsinya selama ini. Kehadiran PLN Batu Bara dinilai masih diperlukan untuk mengakses pembelian batu bara ke IUP-IUP atau tambang-tambang skala kecil di daerah.
-//-
Sekretariat: M. Iqbal Ramadhan (0812 9915 7667)